loading...
Peluncuran layanan taksi listrik GoGreen SM di aplikasi Gojek adalah perkawinan bisnis yang sangat cerdik. Foto: Gojek/Green SM
JAKARTA - Peluncuran layanan taksi listrik GoGreen SM di aplikasi Gojek adalah "perkawinan" bisnis yang sangat cerdik antara dua pemain dengan kebutuhan yang saling melengkapi.
Di satu sisi, ada Green SM yang memiliki armada listrik namun butuh akses pasar. Di sisi lain, ada Gojek, sang raksasa on-demand yang butuh citra "hijau" tanpa harus menanggung beban investasi.
Kolaborasi ini, di atas kertas, adalah sebuah simbiosis mutualisme yang sempurna. Namun, jika kita bedah lebih dalam, siapa yang sebenarnya paling diuntungkan dari langkah ini? Dan apa dampaknya, baik positif maupun negatif, bagi kita sebagai konsumen?
Motif di Balik Kemitraan: Jalan Pintas Menuju Pasar
Bagi Green SM, kolaborasi ini adalah sebuah jalan pintas yang sangat strategis. Alih-alih harus membakar miliaran rupiah untuk membangun merek dan mengakuisisi pelanggan dari nol, mereka kini mendapatkan akses instan ke jutaan pengguna loyal Gojek.
"Kolaborasi dengan mitra strategis seperti Gojek sangat penting, sekaligus memperluas jangkauan layanan Green SM kepada basis pengguna Gojek yang luas," ujar Deny Tjia, Managing Director Green SM Indonesia.
Pernyataan ini secara tidak langsung mengakui bahwa menunggangi ekosistem Gojek adalah cara paling efisien untuk melipatgandakan jangkauan mereka.
Bagi Gojek, langkah ini tak kalah cerdiknya. Mereka bisa menambahkan layanan premium berlabel "ramah lingkungan" ke dalam portofolio mereka tanpa harus mengeluarkan modal besar untuk membeli dan mengelola ribuan mobil listrik. Ini adalah strategi asset-light (ringan aset) yang sangat aman.