Zakat di Indonesia : Menjaga Ruh Syariah di Tengah Tata Kelola Modern

6 hours ago 6

loading...

Oleh :
Regina Fadjri Andira
Senior Legal Advocacy BAZNAS RI

Pengujian Materil terhadap UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat di Mahkamah Konstitusi kembali membuka ruang-ruang diskusi mengenai konsep dasar zakat baik dari segi syariah, kenegaraan, sistem keuangan dan juga tata kelola. Zakat sebagai pranata keagamaan Islam, juga berdimensi sosial-ekonomi sehingga memunculkan banyak ide dan inovasi terhadap pengembangan perzakatan itu sendiri.

Meski begitu, zakat tetap harus dijaga pada koridor sejatinya yakni Ibadah bagi umat Muslim. Di tengah arus inovasi dan modernisasi sistem keuangan, zakat menghadapi tantangan besar: bagaimana mempertahankan ruh syariahnya tanpa terjebak dalam birokratisasi atau sekulerisasi yang berlebih?

Tulisan ini mengelaborasi posisi strategis zakat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, peran negara dalam pengelolaannya, hingga problematika seperti rendahnya literasi dan potensi penyalahgunaan dana.

Zakat Bukan Sekadar Muamalah: Memahami Statusnya dalam Sistem Keuangan
Sejak masa klasik, zakat telah diposisikan berbeda dari instrumen keuangan komersial. Abu Ubaid Al Qasim bin Salam dalam Kitab _al-Amwal_ menyebut zakat sebagai _special institution of public finance._ Zakat juga tidak tepat disebut sebagai filantropi, filantropi berbasis pada kedermawanan, sedangkan zakat bersifat wajib

Berangkat dari kedudukan zakat yang spesial tersebut, Prof. Irfan Syauqi Beik kemudian mengembangkan konsep Good Amil Governance, suatu sistem tata kelola zakat yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme namun tetap berpijak pada prinsip-prinsip syariah.

Read Entire Article
Prestasi | | | |