Fimela.com, Jakarta Gangguan Identitas Disosiatif (DID), yang sebelumnya dikenal sebagai kepribadian ganda atau multiple personality disorder, adalah kondisi kesehatan mental yang rumit dan sering disalahpahami. DID ditandai dengan kehadiran dua atau lebih identitas atau kepribadian yang berbeda secara mencolok dalam satu individu, di mana masing-masing memiliki pola pikir, perilaku, dan cara berinteraksi yang unik.
Fenomena ini bukan sekadar 'alter ego' biasa yang sering kita temui dalam cerita fiksi, melainkan sebuah mekanisme pertahanan psikologis yang dalam. Biasanya, DID muncul sebagai respons terhadap trauma berat yang dialami selama masa kanak-kanak, seperti kekerasan fisik, emosional, atau seksual yang berulang, di mana otak penderita secara tidak sadar mencoba memisahkan ingatan buruk tersebut sebagai cara untuk bertahan hidup.
Meskipun tergolong langka dengan prevalensi sekitar 1,1 hingga 1,5 persen dari populasi umum, mengenali tanda-tanda seseorang dengan kepribadian ganda sangatlah penting. Pemahaman yang tepat mengenai gejala dan penanganan DID dapat membantu individu yang terdampak serta orang-orang di sekitarnya untuk mencari bantuan profesional yang tepat dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Lalu, apa saja tanda-tanda seseorang memiliki kepribadian ganda? Mengacu pada berbagai sumber, simak ulasan informasinya berikut ini.
Mengenal Tentang Kepribadian Ganda
Penjelasan Mengenai Gangguan Identitas Disosiatif (DID)
Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder/DID), menurut World Health Organization (WHO), didefinisikan dalam edisi ke-11 dari International Classification of Diseases (ICD-11) sebagai bagian dari gangguan disosiatif. DID adalah gangguan mental yang ditandai dengan keberadaan dua atau lebih identitas atau kepribadian yang berbeda yang secara bergantian mengendalikan perilaku seseorang. Gangguan ini juga melibatkan kesulitan berkelanjutan dalam rasa identitas pribadi, serta gangguan pada kesadaran, ingatan, dan pengendalian tindakan.
DID merupakan kondisi kesehatan mental yang kompleks di mana seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda satu sama lain. Menurut Halodoc, "Kepribadian ganda atau gangguan identitas disosiatif adalah suatu kondisi kesehatan mental, ketika seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda antara satu dengan lainnya. Pengidap gangguan ini mengalami kepribadian yang berubah-ubah tanpa ia sadari." Senada dengan itu, Hello Sehat juga mendefinisikan, "Dissociative identity disorder (DID) adalah kondisi yang membuat pengidapnya membentuk dua atau lebih kepribadian di dalam dirinya."
Dalam kondisi ini, penderita memiliki identitas inti dan identitas alternatif atau "alter ego" yang dapat mengambil alih kendali perilaku pada waktu yang berbeda. Setiap identitas memiliki karakteristik unik, seperti nama, usia, jenis kelamin, dan bahkan ingatan yang berbeda. Perubahan antara identitas ini bisa terjadi secara tiba-tiba dan sering kali tidak disadari oleh individu yang mengalaminya.
Penyebab utama DID umumnya terkait dengan trauma berat yang dialami berulang kali pada masa kanak-kanak, seperti pelecehan atau kekerasan ekstrem. Otak menciptakan identitas-identitas terpisah ini sebagai mekanisme perlindungan diri dari ingatan dan emosi yang menyakitkan. Meskipun jarang terjadi, dengan prevalensi sekitar 1,1-1,5%, wanita dianggap lebih berisiko mengalami gangguan ini dibandingkan pria.
Perlu diketahui bahwa gangguan ini sebelumnya dikenal sebagai multiple personality disorder (MPD) atau kepribadian ganda. Namun, istilah tersebut diganti menjadi Dissociative Identity Disorder (DID) untuk menggambarkan dengan lebih tepat perpecahan identitas dan kesadaran, bukan sekadar penambahan kepribadian. Perubahan nama ini juga bertujuan untuk mengurangi stigma dan kesalahpahaman yang sering melekat pada istilah "kepribadian ganda".
Tanda-tanda Umum Seseorang Punya Kepribadian Ganda
Mengenali tanda-tanda kepribadian ganda pada seseorang sering kali menjadi tantangan tersendiri, bahkan bagi individu yang mengalaminya. Biasanya, gejala ini lebih mudah dikenali oleh orang-orang terdekat yang berinteraksi langsung dengan individu tersebut. Salah satu ciri yang paling mencolok adalah adanya dua atau lebih kepribadian yang berbeda, yang bergantian mengambil alih kendali perilaku.
Selain itu, amnesia atau kehilangan ingatan adalah gejala utama dari Gangguan Identitas Disosiatif (DID). Penderita sering kali tidak dapat mengingat peristiwa tertentu di masa lalu, termasuk kejadian traumatis, atau bahkan kejadian baru yang terjadi saat alter ego mengambil alih. Ini berbeda dari lupa biasa, karena melibatkan celah memori yang signifikan dan tidak dapat dijelaskan. Perubahan perilaku yang drastis juga sering terjadi saat alter ego mengambil alih, di mana pengidap dapat menunjukkan tindakan atau respons yang tidak biasa bagi mereka sehari-hari.
Berikut adalah beberapa tanda umum dari kepribadian ganda, dikenal dalam istilah medis sebagai Gangguan Identitas Disosiatif (DID), berdasarkan literatur medis termasuk pedoman ICD-11 (WHO) dan DSM-5 (APA):
1. Adanya Dua atau Lebih Identitas yang Berbeda: Seseorang menunjukkan kepribadian yang berbeda-beda, dengan nama, cara bicara, jenis kelamin, usia, gaya berpakaian, hingga selera yang berubah. Identitas tersebut bisa muncul secara bergantian dan mengambil alih kesadaran.
2. Perubahan Mendadak dalam Perilaku atau Suasana Hati: Perubahan ekstrem dalam emosi, perilaku, atau cara berbicara, yang tidak bisa dijelaskan oleh kondisi biasa. Orang lain mungkin merasa seperti sedang berbicara dengan orang berbeda.
3. Amnesia Disosiatif (Kehilangan Ingatan): Tidak mengingat kejadian penting, tindakan, atau percakapan yang baru saja terjadi. Sering kali orang dengan DID dituduh berbohong atau melupakan hal penting padahal sebenarnya tidak sadar telah melakukannya.
4. Perasaan Terlepas dari Diri Sendiri (Depersonalisasi): Merasa seperti menonton diri sendiri dari luar tubuh. Merasa seperti hidup dalam mimpi atau tidak nyata.
5. Perasaan Terputus dari Lingkungan (Derealitas): Merasa dunia di sekelilingnya aneh, kabur, atau tidak nyata.
6. Gangguan Fungsi Kehidupan Sehari-hari: Kesulitan mempertahankan pekerjaan, hubungan sosial, atau rutinitas harian karena konflik antar identitas. Bisa disertai depresi, kecemasan, atau pikiran untuk menyakiti diri.
7. Suara dalam Kepala yang Berbeda-beda: Mendengar suara dalam pikiran yang terdengar seperti berdialog antar identitas, bukan halusinasi seperti pada skizofrenia. Kadang satu identitas bisa berdebat atau bertentangan dengan identitas lainnya.
Memahami tanda-tanda ini dapat membantu dalam memberikan dukungan yang tepat bagi mereka yang mengalami gangguan ini.
Kriteria Diagnostik Medis untuk Gangguan Identitas Disosiatif (DSM-5)
Mendiagnosis Dissociative Identity Disorder (DID) adalah sebuah proses yang rumit dan hanya dapat dilakukan oleh psikiater atau profesional kesehatan mental yang berpengalaman. Diagnosis ini didasarkan pada kriteria dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), yang merupakan panduan standar bagi para profesional kesehatan mental. Perlu diingat bahwa tidak ada tes laboratorium khusus untuk DID; oleh karena itu, diagnosis tergantung pada evaluasi klinis yang teliti.
Berdasarkan American Psychiatric Association (2022), kriteria diagnostik DSM-5-TR untuk DID mencakup beberapa poin penting:
"The DSM-5-TR gives the following criteria for a diagnosis of dissociative identity disorder: A. Disruption of identity characterized by two or more distinct personality states, which may be described in some cultures as an experience of possession. The disruption in identity involves marked discontinuity in sense of self and sense of agency, accompanied by related alterations in affect, behavior, consciousness, memory, perception, cognition, and/or sensory-motor functioning. These signs and symptoms may be observed by others or reported by the individual. B. Recurrent gaps in the recall of everyday events, important personal information, and/or traumatic events that are inconsistent with ordinary forgetting. C. The symptoms cause clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning. D. The disturbance is not a normal part of a broadly accepted cultural or religious practice. Note: In children, the symptoms are not better explained by imaginary playmates or other fantasy play. E. The symptoms are not attributable to the physiological effects of a substance (e.g., blackouts or chaotic behavior during alcohol intoxication) or other medical condition (e.g., complex partial seizures) (American Psychiatric Association, 2022)."
1. Gangguan Identitas: Terjadi ketika seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda, yang dalam beberapa budaya mungkin dianggap sebagai pengalaman kerasukan. Gangguan ini ditandai dengan diskontinuitas yang jelas dalam rasa diri dan kendali, disertai perubahan dalam emosi, perilaku, kesadaran, memori, persepsi, kognisi, dan/atau fungsi sensorik-motorik. Gejala-gejala ini dapat diamati oleh orang lain atau dilaporkan oleh individu tersebut.
2. Kehilangan Ingatan yang Berulang: Ada celah dalam ingatan mengenai peristiwa sehari-hari, informasi pribadi penting, dan/atau kejadian traumatis yang tidak dapat dijelaskan oleh lupa biasa.
3. Distres Klinis yang Signifikan: Gejala-gejala ini menyebabkan penderitaan yang signifikan secara klinis atau mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.
4. Bukan Bagian dari Praktik Budaya atau Keagamaan: Gangguan ini bukan merupakan bagian dari praktik budaya atau keagamaan yang diterima secara luas. Catatan: Pada anak-anak, gejala ini tidak lebih baik dijelaskan oleh teman bermain imajiner atau permainan fantasi lainnya.
5. Bukan Akibat Substansi atau Kondisi Medis Lain: Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat (misalnya, perilaku kacau saat mabuk alkohol) atau kondisi medis lain (misalnya, kejang parsial kompleks).
Proses diagnosis mencakup wawancara medis yang mendalam, pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan penyebab lain, serta observasi perilaku pasien dari waktu ke waktu.
Cara Mengatasi Gangguan Identitas Disosiatif pada Diri Sendiri
WHO (World Health Organization) memang tidak menyediakan panduan swadaya langsung untuk menangani Gangguan Identitas Disosiatif (DID). Namun, melalui ICD-11 dan sumber lain yang sesuai dengan standar WHO, mereka menekankan pentingnya penanganan DID secara klinis melalui perawatan kesehatan mental profesional. WHO dan organisasi kesehatan mental internasional lainnya mendukung pendekatan holistik yang menggabungkan terapi profesional dengan dukungan pribadi dan lingkungan yang sehat.
Menghadapi Gangguan Identitas Disosiatif (DID) memerlukan penanganan profesional jangka panjang yang melibatkan psikoterapi dan, jika diperlukan, pengobatan untuk gejala tambahan seperti depresi atau kecemasan. Meskipun tantangan menghadapi kondisi seperti kepribadian ganda bisa sangat berat, terdapat beberapa strategi mandiri yang dapat dilakukan individu untuk mendukung proses pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Salah satu langkah penting adalah belajar mengelola stres dengan efektif. Teknik seperti meditasi, yoga, atau menekuni hobi yang disukai dapat membantu mengalihkan pikiran dan meredakan ketegangan. Selain itu, membuka diri untuk berbagi pengalaman traumatis dengan terapis atau orang terdekat yang dipercaya adalah bagian penting dalam proses penyembuhan, meskipun ini bisa menjadi langkah yang sangat menantang.
Gaya hidup sehat juga memiliki peran besar dalam mendukung kesehatan mental secara keseluruhan. Mendapatkan tidur yang cukup, menjaga pola makan seimbang, dan rutin berolahraga dapat membantu menstabilkan suasana hati dan meningkatkan energi. Penting juga untuk menghindari penyalahgunaan zat seperti alkohol atau obat-obatan terlarang, karena hal ini dapat memperburuk gejala DID dan menghambat proses penyembuhan. Mencari dukungan sosial dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan sangatlah bermanfaat, serta terus mengedukasi diri tentang kesehatan mental untuk lebih memahami kondisi yang dialami.
Pencegahan Gangguan Identitas Disosiatif
Pencegahan Gangguan Identitas Disosiatif (DID) dalam dunia medis tidak selalu dapat dilakukan secara langsung, mengingat kondisi ini sering kali muncul sebagai respons terhadap trauma berat, terutama pada masa kanak-kanak. Namun, ada langkah-langkah preventif yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terjadinya gangguan ini, khususnya melalui perlindungan anak dan dukungan psikologis sejak dini.
Upaya utama dalam mencegah DID berfokus pada penghindaran dan penanganan awal terhadap faktor-faktor pemicunya, terutama trauma berat yang dialami saat kanak-kanak. Bagi orang tua, sangat penting untuk menghindari kekerasan mental atau fisik terhadap anak-anak, karena pengalaman traumatis di usia dini adalah pemicu utama perkembangan DID. Membangun lingkungan keluarga yang aman, mendukung, dan stabil adalah fondasi penting bagi kesehatan mental anak.
Jika seorang anak mengalami kejadian traumatis, seperti pelecehan atau kekerasan, segeralah berkonsultasi dengan dokter atau ahli kesehatan mental. Intervensi awal dapat membantu anak mengolah ingatan traumatis tersebut secara positif, mencegah terbentuknya mekanisme disosiatif yang ekstrem. Edukasi kesehatan mental juga sangat penting; memahami gejala-gejala gangguan mental dapat membantu dalam pencegahan dan penanganan dini, baik untuk diri sendiri maupun orang di sekitar.
Bagi individu yang pernah mengalami perlakuan traumatis di masa lalu, seperti pelecehan, kekerasan, atau bencana alam, disarankan untuk mengikuti konseling atau terapi. Terapi dapat membantu memproses trauma dan mengembangkan strategi koping yang sehat. Melatih keterampilan pengelolaan stres melalui meditasi, yoga, atau olahraga, serta membangun jaringan dukungan sosial yang kuat dari keluarga dan teman, juga dapat menjadi faktor pelindung. Sangat penting untuk menghindari penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang, karena zat-zat ini dapat memperburuk kondisi mental dan menghambat kemampuan individu dalam menghadapi tekanan hidup.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.