Fimela.com, Jakarta Di tengah realitas ekonomi yang berubah cepat, generasi Milenial dan Z menghadapi kemungkinan buruk: menua tanpa jaring pengaman. Pensiun tak lagi identik dengan santai di rumah dan mengurus cucu, tapi bisa berubah jadi perjuangan harian untuk sekadar bertahan hidup.
Hari ini banyak anak muda sibuk memikirkan liburan, upgrade gawai, atau tren investasi terbaru. Namun, lupa bahwa satu hal tak bisa ditunda: menyiapkan masa pensiun. Pertanyaannya tidak lagi apakah kita perlu memikirkan pensiun, tetapi: kenapa belum juga memulai?
Bekerja Keras Sepanjang Hidup, tapi Menua dalam Kekurangan?
Di Indonesia, ada paradoks yang menyakitkan. Jutaan orang bekerja keras sepanjang hidupnya, tapi tetap menghadapi masa tua yang memprihatinkan. Sebabnya? Minim perlindungan pensiun. Masih banyak pekerja, khususnya di sektor informal, mikro, dan freelance, yang belum tersentuh program Jaminan Pensiun (JP).
Mengutip laman Liputan6.com (25/07/2025), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mendorong BPJS Ketenagakerjaan untuk meningkatkan jumlah peserta Jaminan Pensiun (JP) agar lebih inklusif dan menjangkau pekerja di berbagai sektor, termasuk informal dan mikro. Ia menekankan pentingnya literasi keuangan dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan demi memperluas kepesertaan yang saat ini mencapai 14 juta orang.
Sementara itu, Komisi IX DPR RI melalui Edy Wuryanto mengusulkan revisi sejumlah pasal dalam UU SJSN untuk memperluas akses JP, termasuk pembiayaan oleh negara bagi pekerja miskin, serta peningkatan manfaat dan koefisien perhitungan agar lebih sesuai dengan standar ILO. Ia juga menekankan perlunya regulasi turunan bagi ASN, peningkatan iuran untuk menjaga keberlanjutan dana, dan penguatan kewenangan pengawasan BPJS, bahkan mengusulkan konsolidasi JP, JHT, dan kompensasi PHK menjadi satu sistem tabungan hari tua nasional.
Lonjakan angka PHK yang mencapai 42.385 orang di semester I 2025 menjadi sinyal serius, terutama bagi generasi muda seperti Gen Z dan milenial. Kenaikan 32% dibanding tahun lalu ini menunjukkan ketidakpastian dunia kerja yang makin tinggi.
Di tengah ekonomi yang belum stabil, gelombang PHK terbanyak terjadi pada Februari 2025, sementara bulan Juni mencatat jumlah terendah. Kondisi ini memperkuat ancaman pensiun miskin bagi generasi muda yang belum memiliki tabungan atau investasi jangka panjang yang memadai.
Ketika kehilangan pekerjaan datang tiba-tiba, banyak yang belum siap secara finansial, apalagi untuk menyiapkan masa tua yang layak.
Bagi Gen Z dan milenial, ini adalah peringatan penting untuk tidak menunda perencanaan keuangan, mulai dari dana darurat, asuransi, hingga investasi pensiun. Tanpa langkah nyata sejak dini, generasi muda berisiko mengalami pensiun dalam kondisi miskin, yang terjebak dalam ketergantungan dan tidak memiliki jaminan hidup yang layak di hari tua.
Literasi Finansial Tak Lagi Bisa Ditunda
Kita hidup di era serba cepat. Informasi berlimpah, tapi tak semuanya mencerahkan. Banyak orang tahu soal saham, reksa dana, atau crypto, tapi tak tahu berapa dana pensiun yang ideal. Ironis, bukan?
Literasi keuangan bukan soal tahu istilah keren, tapi paham bagaimana mengelola penghasilan agar bertahan hingga puluhan tahun ke depan. Banyak dari kita berpikir, “Masih lama pensiun itu.” Padahal, waktu tidak menunggu siapa pun. Setiap rupiah yang disisihkan hari ini adalah bentuk cinta pada diri sendiri di masa depan.
Mulailah dengan mencatat pengeluaran, menyusun anggaran, dan paham instrumen perlindungan sosial seperti JP. Tak harus langsung besar, tapi harus konsisten. Literasi adalah pondasi. Tanpa itu, segala usaha finansial hanya jadi coba-coba yang berisiko besar.
Gaya Hidup Konsumtif yang Perlu Diwaspadai
Di balik feeds Instagram yang penuh kemewahan, ada jebakan bernama gaya hidup konsumtif. Sahabat Fimela, sering kali kita lupa bahwa pengeluaran impulsif hari ini bisa mencuri kenyamanan masa depan. Generasi Milenial dan Z hidup dalam budaya ‘FOMO’—takut tertinggal tren, takut terlihat biasa saja.
Padahal, tidak ada yang salah dengan hidup sederhana. Menunda kepuasan sesaat demi ketenangan jangka panjang bukan kelemahan, melainkan kecerdasan. Banyak orang terjebak cicilan untuk hal-hal yang sebenarnya tak dibutuhkan, lalu kelabakan saat kehilangan penghasilan.
Gaya hidup bukan hanya tentang selera, tapi juga soal strategi. Hidup hemat bukan berarti menyiksa diri, tapi tentang prioritas. Apakah membeli ponsel terbaru lebih penting daripada menyiapkan masa pensiun?
Masa Tua yang Tenang Perlu Diusahakan
Banyak dari kita punya mimpi indah untuk hari tua: punya rumah kecil di desa, bercocok tanam, menikmati kopi di pagi hari. Namun, mimpi itu tak akan terjadi tanpa rencana. Masa tua yang tenag itu perlu diusahakan sebaik mungkin.
Dana pensiun bukan hanya tentang punya tabungan besar, tapi tentang memiliki ritme hidup yang berkelanjutan. Artinya, kita harus punya sistem: tabungan jangka panjang, investasi, Jaminan Pensiun, dan asuransi kesehatan. Semua saling melengkapi.
Buat rencana konkret. Hitung kebutuhan pensiun, cari tahu berapa minimal yang harus disisihkan tiap bulan, dan mulai cari instrumen yang sesuai. Dengan perencanaan yang matang, kita tak hanya bertahan di masa tua, tapi tetap bisa hidup layak dan bermartabat.
Investasi Emosional yang Sering Dilupakan: Rasa Aman
Ada satu hal yang sering dilupakan dalam perencanaan pensiun: rasa aman. Sahabat Fimela, rasa aman itu mahal harganya. Bayangkan hidup tanpa takut biaya rumah sakit, tanpa bingung soal makan besok, dan tanpa khawatir jadi beban keluarga. Itulah manfaat terbesar dari persiapan pensiun yang matang.
Investasi bukan hanya soal angka, tapi juga soal emosi. Orang yang tahu dirinya terlindungi akan lebih tenang bekerja, lebih fokus merawat hubungan, dan lebih bahagia menjalani hidup. Jadi, apa yang kita mulai hari ini bukan cuma soal uang, tapi juga soal ketenangan batin.
Rasa aman itu tidak datang begitu saja, melainkan dibangun, sedikit demi sedikit, lewat keputusan-keputusan bijak setiap hari.
Strategi Finansial Cerdas untuk Masa Depan yang Terkendali
Menata keuangan bukan soal seberapa besar pendapatan, tapi seberapa bijak kita mengelolanya. Di tengah derasnya gaya hidup digital, kita butuh kompas agar tidak tersesat dalam arus konsumsi. Langkah awal yang paling mendasar adalah membuat anggaran yang realistis.
Bukan hanya mencatat pengeluaran, tapi juga menetapkan tujuan keuangan yang jelas—mulai dari kebutuhan pokok, dana darurat, hingga tabungan pensiun.
Setelah anggaran tersusun, langkah berikutnya adalah prioritaskan menabung. Targetkan setidaknya 20% dari penghasilan untuk ditabung setiap bulan. Buat sistem autodebet ke rekening terpisah agar tak tergoda menggunakannya. Dana ini bisa dialokasikan untuk keperluan jangka pendek maupun masa pensiun, agar kita tak sepenuhnya bergantung pada satu sumber proteksi sosial.
Berinvestasilah sedini mungkin, bahkan sebelum merasa “siap.” Waktu adalah sekutu terbaik dalam investasi karena efek compound interest bekerja secara eksponensial.
Kita bisa mulai dari produk reksa dana, saham bluechip, atau bahkan investasi properti. Kuncinya: diversifikasi, jangan taruh seluruh dana di satu tempat. Dan pastikan investasi yang dipilih sesuai dengan profil risiko masing-masing.
Lindungi Masa Depan dari Skenario Tak Terduga
Pondasi finansial yang kuat tak cukup hanya dengan menabung dan berinvestasi. Kita juga harus menyelesaikan utang berbunga tinggi, seperti kartu kredit atau cicilan konsumtif. Buatlah rencana pelunasan bertahap, dan hindari menambah utang baru yang tidak produktif. Semakin cepat utang tuntas, semakin besar ruang finansial yang bisa kita kendalikan.
Jangan lupa membangun dana darurat, minimal setara 3–6 bulan pengeluaran bulanan.
Dana ini sangat penting sebagai bantalan jika terjadi situasi tak terduga, seperti kehilangan pekerjaan, biaya rumah sakit, atau kebutuhan mendadak lainnya. Simpan dana ini di rekening terpisah dengan likuiditas tinggi agar mudah diakses saat benar-benar dibutuhkan.
Bila perlu, konsultasikan rencana keuangan kepada perencana keuangan profesional. Tak semua orang punya waktu atau pemahaman menyeluruh soal instrumen keuangan. Seorang penasihat bisa membantu menyusun strategi personal yang realistis, termasuk pilihan program pensiun terbaik, portofolio investasi, hingga skema perlindungan asuransi yang tepat.
Pentingnya Melek Finansial demi Kehidupan yang Lebih Baik
Sahabat Fimela, jangan berhenti belajar. Dunia keuangan terus bergerak dan berkembang.
Hari ini tren investasi bisa reksa dana indeks, besok bisa beralih ke obligasi hijau. Ikuti perkembangan lewat buku, podcast, webinar, atau kursus daring yang kredibel. Pengetahuan finansial bukan sekadar teori, tapi kunci agar kita tidak mudah terjebak janji manis investasi bodong atau gaya hidup palsu di media sosial.
Melek finansial itu bukan kelebihan, tapi kebutuhan. Dalam dunia yang cepat berubah, hanya yang siap dan terencana yang bisa tetap tenang. Tak ada jaminan hidup akan selalu stabil, tapi kita bisa mempersiapkan diri untuk lebih kuat menghadapinya.
Sahabat Fimela, jangan tunggu titik krisis baru mulai berubah. Waktu terbaik untuk memulai adalah sekarang, sebelum terlambat. Kalau tidak dari sekarang, kapan?
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.