Fimela.com, Jakarta Jakarta, 25 Juli 2025 – Museum MACAN bersama seniman asal Inggris, Libby Heaney, mempersembahkan kolaborasi inovatif yang didukung oleh British Council. Proyek ini menghubungkan pengetahuan budaya purba dengan teknologi kuantum mutakhir, berangkat dari inspirasi lukisan gua prasejarah di Sulawesi salah satu warisan seni visual tertua di dunia. Melalui pendekatan ilmiah dan artistik, kolaborasi ini menggali cara baru dalam memahami sejarah, identitas, dan bentuk melalui lensa teknologi masa depan.
Kemitraan lintas disiplin yang dipimpin oleh Libby Heaney ini mencakup riset kolaboratif, kunjungan lapangan ke Sulawesi Selatan, program publik di Jakarta, serta produksi video riset yang menyoroti hubungan antara seni, teknologi, dan warisan budaya. Diselenggarakan dalam rangka International Year of Quantum Science and Technology 2025 (IYQ 2025), proyek ini turut memperkaya wacana global tentang potensi transformatif dari pemikiran kuantum. Inisiatif ini merupakan bagian dari program Digital Innovation British Council yang mendorong pengembangan teknologi inklusif dan berorientasi pada manusia melalui kolaborasi antara seniman dan institusi.
Libby Heaney, seorang perupa sekaligus fisikawan kuantum, dikenal secara internasional sebagai pelopor dalam penggunaan komputasi kuantum sebagai medium artistik. Dalam proyek ini, Heaney bekerja sama dengan Museum MACAN sebagai mitra riset di Indonesia untuk menggali simbolisme kuno dan konteks lokal melalui pendekatan kuantum dan teknologi imersif.
Kolaborasi bersama Libby Heaney yang didukung British Council
Venus Lau, Direktur, Museum MACAN, berkata, “Kolaborasi dengan Libby Heaney, yang didukung oleh British Council, mencerminkan komitmen Museum MACAN untuk menjembatani pertukaran pengetahuan lintas disiplin dalam bidang seni, sains, dan warisan budaya. Dengan membangun dialog antara lukisan gua prasejarah Indonesia dan potensi spekulatif teknologi kuantum, proyek ini mendorong kita untuk meninjau kembali sistem dan batasan kita dalam memahami pengetahuan dan persepsi. Kami bangga mendukung riset perupa yang mengajak publik untuk terlibat dengan isu-isu global yang mendesak seperti perubahan iklim dan transformasi teknologi melalui sudut pandang yang imajinatif dan kritis.”
Summer Xia, Country Director Indonesia and Director South East Asia, British Council, berkata, "Kolaborasi ini merupakan contoh kuat bagaimana inovasi digital dapat mengakar pada pertukaran budaya. Dengan menghubungkan seorang perupa asal Inggris dengan satu situs warisan budaya paling penting di Indonesia, kita melihat bagaimana praktik kreatif mampu menjembatani pengetahuan purba dengan teknologi mutakhir. Melalui program Digital Innovation, British Council mendukung eksperimen yang dilakukan oleh perupa untuk menantang narasi dominan, menghadirkan dialog, dan menghadirkan cara pandang baru dalam memahami dunia. Kami bangga dapat mendukung kolaborasi antara Inggris dan Indonesia yang berani, reflektif, dan berakar kuat pada konteks lokal,”
Inovasi digital yang memadukan perbedaan budaya
Libby Heaney berkata, “Proyek kolaboratif antara Inggris dan Indonesia ini mengeksplorasi batas-batas representasi visual dengan menghubungkan makna simbolik dari masa prasejarah dan ilmu pengetahuan kuantum. Berangkat dari lukisan gua di Sulawesi sebagai contoh seni visual tertua di dunia proyek ini menyelidiki bagaimana teknologi mutakhir dapat menggeser pemahaman kita tentang sejarah dan identitas.
Sebelum manusia mulai merepresentasikan pengalaman lewat simbol, kita hidup dalam ruang pra-simbolik, sebuah kondisi keberadaan yang menyatu dengan semesta, bukan sekadar mengamatinya dari kejauhan. Dalam konteks ini, estetika kuantum membuka kemungkinan untuk melampaui pendekatan representasional. Ia menawarkan cara pandang di mana makna dan materi bersifat cair, saling terkait, dan dapat langsung dirasakan bukan dibatasi oleh bentuk-bentuk tetap. Penelitian ini menjadi penting karena berupaya mengungkap bagaimana kesadaran pra-simbolik dan pengalaman pasca representasional mampu menggeser kebiasaan kita dalam mengontrol, serta membuka ruang bagi cara mengetahui dan menjalin relasi yang lebih etis, berwujud, dan terhubung secara mendalam.
Diselenggarakan sebagai bagian dari International Year of Quantum Science and Technology 2025 (IYQ 2025)
Pada Kamis, 24 Juli 2025, Museum MACAN menghadirkan program publik bertajuk “Sensing the Multiverses: Exploring the Magic of Quantum and Prehistoric Cave Paintings”. Rangkaian acara ini dibuka dengan lokakarya pada pukul 14.00–17.00, yang mengajak peserta untuk mengenal dasar-dasar komputasi kuantum serta mengeksplorasi potensinya dalam praktik seni visual. Program dilanjutkan dengan pemutaran film dan diskusi bersama sang perupa, menampilkan karya berjudul Q is for Climate (?) sebuah film spekulatif yang dikomisi oleh Etopia, Zaragoza untuk pameran Energeia (2023). Film ini mengangkat pertanyaan penting: bagaimana komputer kuantum di masa depan dapat memengaruhi krisis iklim? Dengan pendekatan multi-perspektif yang saling berkelindan, film ini membuka cara berpikir baru—layaknya sistem iklim itu sendiri—melalui kombinasi wawancara bersama ilmuwan, narasi spekulatif, serta visual dan audio yang dihasilkan menggunakan teknologi kuantum.
Proyek ini digagas oleh seniman asal Inggris, Libby Heaney, bekerja sama dengan Museum MACAN sebagai Mitra Riset. Dukungan hadir dari program Digital Innovation British Council, yang diluncurkan sebagai bagian dari peringatan International Year of Quantum 2025, serta dari Kementerian Kebudayaan sebagai Mitra Pendukung.
Melalui program Digital Innovation, British Council menegaskan pentingnya peran perupa sebagai motor utama dalam pengembangan teknologi yang lebih manusiawi dan berakar pada keberagaman budaya. Dengan mendorong kolaborasi lintas negara antara seniman dan institusi teknologi, program ini bertujuan memfasilitasi inovasi yang inklusif, terhubung dengan komunitas, dan ditopang oleh kekayaan imajinasi.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.