loading...
Jangjo, sebuah startup teknologi, melalui kampanye Junk Revolution mereka, secara harfiah mengubah sampah menjadi energi, dengan bantuan larva dan pabrik semen. Foto: Jangjo
JAKARTA - Bayangkan sebuah kantong sampah dari food court di mal paling mewah di Jakarta. Biasanya, nasibnya sudah bisa ditebak: berakhir di sebuah truk, menempuh perjalanan panjang, lalu 'dikubur' selamanya di gunungan sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang kian mengkhawatirkan.
Namun, di tengah kepungan masalah sampah ibu kota, sebuah "pemberontakan" teknologi kini menawarkan nasib baru yang radikal bagi sisa makanan dan plastik yang kita buang.
Jangjo, sebuah startup teknologi, melalui kampanye "Junk Revolution" mereka, secara harfiah mengubah sampah menjadi energi, dengan bantuan larva dan pabrik semen.
Ini bukan lagi sekadar wacana daur ulang. Ini adalah sebuah sistem terintegrasi yang memaksa kita untuk bertanya: jika sampah dari satu mal saja bisa diolah habis, mengapa TPA kita masih terus menggunung?
Alur 'Ajaib' Sampah: Dari Meja Makan ke Mesin Produksi
Kunci dari revolusi ini terletak pada sistem pengolahan sampah yang dipikirkan secara matang dari hulu ke hilir. Jangjo tidak hanya mengangkut sampah, mereka mendikte bagaimana sampah itu harus diperlakukan sejak dari sumbernya di mal-mal elit seperti Plaza Indonesia dan Kota Kasablanka.
"Melalui Junk Revolution, Plaza Indonesia berharap dapat berkontribusi dan mendorong keterlibatan aktif seluruh elemen dalam praktik memilah dan mendaur ulang sampah sehari-hari,” ujar Marco Kuhuwael, General Manager Plaza Indonesia.