loading...
Milki Amirus Sholeh, Peneliti Politika Research Consulting (PRC). Foto/Dok. SindoNews
Milki Amirus Sholeh
Peneliti Politika Research Consulting (PRC)
PERJALANAN awal kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mendapat banyak tantangan. Terbaru kisruh tambang Nikel di Raja Ampat dan polemik empat pulau pindah dari kepemilikan Aceh menjadi pengelolaan Bersama dengan Sumatera Utara menjadi menjadi bahan pembicaraan di kantong-kantong pewacanaan media sosial.
Masyarakat tidak puas dengan pernyataan masing-masing menteri yang bertanggung jawab menjelaskannya yakni Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian ESDM. Pengambilan alih masalah tambang Raja Ampat oleh Presiden Prabowo menegaskan dua hal. Pertama, soliditas atas visi misi presiden untuk mengamankan potensi sumber daya alam untuk Masyarakat bisa dipertanyakan.
Kedua, adanya informasi mendalam yang seolah terpisah (dipisahkan) dari detail pengetahuan presiden. Padahal sudah jelas, Indonesia salah satu negara dengan konstitusi yang mendeklarasikan diri sebagai negara kesejahteraan, menggunakan konstitusi ekonomi untuk mengimbangi ketiga pilar politik modern.
Pita informasi nampak hilang dan tidak sampai ke presiden. Tatanan Konstitusi ekonomi dirusak oleh kepemilikan eksplorasi di lokasi wisata populer mancanegara itu. Namun, menurut Charles A. Beard (2004), pembentukan sebuah konstitusi biasanya disertai dengan perselisihan tentang kepentingan ekonomi di antara para pendukung dan penentangnya. Perselisihan ini terjadi dalam paradigma ekonomi negara ideal.
Sumber daya alam akan berdampak buruk pada masyarakatnya jika tidak diolah dan ditangani dengan bijak. Pada 1993, Richard Auty pertama kali menggunakan istilah "Kutukan Sumber Daya Alam". Istilah ini digunakan untuk menggambarkan negara-negara yang kaya akan SDA tetapi tidak dapat meningkatkan ekonomi mereka.
Studi yang ditulis Daron Acemoglu dan James A Robinson tentang "Why Nations Fail" memberikan sindiran yang tepat untuk para pemimpin kita di masa lalu. Seperti yang dia katakan, elit negara hanya " just too happy to extract resources" sehingga negara gagal.